BAB X
TANGGUNG JAWAB NEGARA
A. Tanggung Jawab Negara Pada Umumnya
Acap dipertahankan bahwa suatu negara sebagai pribadi yang berdaulat tidak memiliki tanggung jawab apa pun. Ini hanya benar jika merujuk kepada tindakan-tindakan tertentu terhadap subyeknya.[304] Dalam hubungan internasionan setiap pelanggaran kepentingan salah satu subyek hukum terhadap yang lainnya menimbulkan tanggung jawab dalam berbagai bentuk. Umumnya, tannggung jawab internasional dianggap terkait dengan negara sebagai subyek hukum yang lazim.[305] Tanggung jawab dalam lingkup ini melekat pada setiap negara sebagai pribadi internasional. Tanggung jawab negara-negara mengenai kewajiban internasional karenanya merupakan tanggung jawab hukum.[306]
Pada masa sekarang sudah lazim diterima oleh para ahli bahwa tanggung jawab negara merupakan prinsip internasional,[307] atau asas umum hukum internasional.[308]
Untuk adanya tanggung jawab negara harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:[309]
1. ada suatu kewajiban internasional yang berlaku antara dua negara tertentu,
2. ada suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar kewajiban hukum internasional tersebut yang melahirkan tanggung jawab negara, dan
3. ada kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang melanggar hukum atau kelalaian.
Oppenheim - Lauterpacht membagi tanggung jawab negara atas original responsibility, dan vicarious responsibility. Original resposibility, adalah tanggung jawab suatu negara sebagai akibat dari tindakan-tindakan pemerintah atau badan-badan yang lebih rendah atau orang perorangan yang bertindak atas perintah atau dengan wewenang pemerintahnya. Vicarious responsibility, adalah tanggung jawab atas tindakan-tindakan tertentu dari subyeknya, yaitu tindakan-tindakan yang menimbulkan kerugian oleh badan-badan (agent) yang melampaui kewenangannya, atau oleh warganya bahkan oleh orang asing selama mereka berdiam di wilayah negara itu.[310]
Tanggung jawab atas perbuatan-perbuatan perwakilan yang melampau batas kewenangannya atau oleh warganegaranya atau oleh orang asing yang berdiam di wilayah negara itu.[311] Ini sangat berkaitan erat dengan kemampuan bertanggung jawab (imputability) dari suatu negara. Berdasarkan konsep kemampuan bertangung jawab ini, maka suatu negara dapat dipertanggungjawabkan atas pelanggaran interasional yang dilakukannya, atau oleh orang lain jika terpenuhi persyaratan-persyaratan: a) tindakan suatu negara atau pelanggaran suatu kewajiban yang ditetapkan dalam suatu peraturan hukum internansional, b) bahwa menurut hukum internasional, pelanggaran itu dapat dikaitkan dengan negara bersangkutan,[312] terlepas dari kerugian yang nyata.[313]
Tindakan pemerintah untuk memerintahkan pembunuhan masal (massacre) terhadap orang asing yang bertempat tinggal di wilayahnya misalnya, merupakan tanggung jawab negara yang memiliki sifat pidana. Begitu pula tindakan melakukan persiapan perang secara agresif sebagai suatu alat kebijakan nasional, harus diperlakukan dalam kategori yang sama.
2. Pelaku pelanggaran
Ditinjau dari pelaku pelanggarannya, maka tanggung jawab negara dapat dibedakan atas: tanggung jawab atas perbuatan organ-organ egara dan tanggung jawab negara atas tindakan orang perorangan; serta Tanggung jawab atas tindakan pemberontak, pengacau, dan tindakan-tindakan lainnya
a. Tanggung jawab atas perbuatan organ-organ negara
Negara bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang menimbulkan kerugian internasional oleh organ-organnya. Dalam kaitan ini Brownlie menyatakan sebagai berikut:[314]
I believe that is undoubtedly a sound genral principle that, whenever misconduct on the part of (person in state service), whatever may be their particular status or rank under domestic law, result in the failure of a nation to perform its obligation under international law, the nation must bear responsibility for the wrongful acts of its servants. Unreasonable act of violence by police offdicers and failure to take the apropriate steps to punish the culprits will also give rise of responsibility.
Jadi menurut asas umum pelanggaran pada pihak orang yang sedang menjalankan dinas negara yang mengakibatkan kegagalan melaksanakan kewajibannya menimbulkan tanggung jawab atas tindakan-tindakan salah dari pejabatnya itu. Demikian pula tindakan-tindakan kekerasan yang tak beralasan oleh para pertugas kepolisian dan kegagalan untuk mengambil langkah yang tepat untuk menghukum yang bersalah juga menimbulkan tanggung jawab negara.
Dengan demikian, maka Kepala Negara yang bertindak berdasarkan wewenangnya ataupun sebagai pribadi yang menimbulkan kerugian bagi subyek hukum (negara) lainnya menimbulkan tanggung jawab bagi negaranya.[315] Demikian pula tindakan perangkat-perangkat pemerintah atau wakil-wakil negara yang melampaui batas wewenangnya menimbulkan tqnggung jwab bagi negara bersagkutan. Sebagai contoh dapat dikemukakan kerusakan Rainbow Warrior milik Green Peace pada tahun 1985 oleh agen Departemen Pertahanan Peancis menimbulkan tanggung jawab bagi Pemerintah Perancis. Contoh lainnya, putusan Mahkamah Internasional mengenai sengketa Amerika Serikat - Nicaragua, atas tindakan-tindakan bermusuhan yang dilakukan agen-agen Amerika serikat terhadap Nicaragua menimbulkan tanggung jawab Amerika Serikat terhadap Nicaragua.[316]
Tanggung jawab negara oleh organ-organ negara ini juga diperluas pada tindakan-tindakan pemerintah negara yang dilindungi (seperti negara mandat dan protektorat) dan Negara-negara Bagian pada Negara Federasi. Hal ini sesuai dengan apa yang diuraikan oleh Starke, yaitu:[317]
a. kelakuan negara komponen ditimpakan atau dikenakan pada negara federal, dalam cara yang sama dengan negara-negara federalnya,
b. alasan negara federal dalam arti tertentu secara tak langsung bertanggung jawab terhadap kelakuan suatu negara komponen.
Mengenai agen-agen diplomatik, sebagai konsekuensi dari hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik yang dimilikinya, maka tindakan-tindakannya yang bersifat melawan hukum atau melanggar hukum internasional atau melakukan tindakan pidana menimbulkan tanggung jawab bagi negeranya. Terhadap tindakan pidana yang dilakukan oleh agen diplomatik di negara penerima menimbulkan tanggung jawab bagi negaranya untuk mengadili yang bersangkutan di negaranya.[318]
Negara-negara juga bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang dilakukan dalam tugas-tugas resmi oleh pejabat-pejabat administratif dan Angkatan Bersenjatanya tanpa perintah atau wenang atau yang bukan merupoakan pelanggaran internasional, karenanya bukan merupakan tindakan negara. Akan tetapi negara memikul vicarious responsibility yang luas dan tak terbatas atas tindakan-tindakan pejabat administratifnya yang berada di bawah kontrol disiplinnya, dan karena itu tindakan pejabat-pejabat dan angkatan bersenjatanya dalam melaksanakan tugas resminya prima facie merupakan tindakan negara. Untuk itu negara, pertama, bisa mengingkari dan tidak menyetujui tindakan itu dengn menyatakan penyesalan atau meminta maaf kepada pemerintah negara yang dirugikan; kedua, kerugian-kerugian itu harus dibayar (diganti) bila diperlukan, dan terakhir pelakunya harus dihukum sesuai dengan obyek kasus-kasus tertentu yang dilanggar.[319]
Mengenai tanggung jawab negara sebagai akibat dari tindakan tentaranya, Komisioner Nelson menyatakan:[320]
In cases of this kind is mistaken action, error in judgment, or recless conduct of soldiers for which a government in a given case has been held responsible. The interantional precedent reveal the aplciaton of priciple as very strict accountability arising from mistaken but culvable action by units of the armed forces is the Soviyet Union in shooting down a Korean Commercial aircraft.
Jadi, menurut Nielsen, tindakan—tindakan salah dalam memutuskan atau tindakan tentara yang sembrono menimbulkan tanggung jawab bagi pemerintahnya. Preceden internasional memperlihatkan penerapan prinsip tanggung jawab yang sangat kaku bagi tindakan salah ini. Sebagai contoh, penembakan jatuh pesawat komersial Korea Selatan oleh unit-unit Angkatan Bersenjata Uni Sovyet menimbulkan tanggung jawab bagi negara tersebut.
Selanjutnya, sekalipun Parlemen tidak termasuk badan yang mengadakan hubugan internasional, karena itu tidak dapat melakukan pelanggaran yang dapat digolongkan pada pelanggaran internasional tetapi negara bertanggung jawab penuh atas tindakan legislatif parlemen yang bertentangan dengan hukum internasional.[321]
B. Tanggung Jawab Negara Atas Tindakan Orang Perorangan
Berkaitan dengan tanggung jaswab negara atas tindakan orang perorangan, pertama-tama jangan dikacaukan antara original responsibility dengan vicarius responsibility negara atas tindakan-tindakan yang merugikan secara internsional terhadap orang-perorangan. Hukum inernasional membebankan kewajiban terhadap setiap negra sejauh memungkinkan untuk mencegah warganya dan orang asing yang berdiam di wilayahnya melakukan tindakan-tindakan yang merugikan negara lain. Suatu negara yang dengan sengaja dan jahat atau karena kelalaian tidak memenuhi kewajiban ini, berarti melakukan pelanggaran internasional dengan original responsibility yang harus dipikulnya. Namun, dalam praktik tidak mungkin bagi suatu negara untuk mencegah semua tindakan yang merugikan sebagai akibat dari perbuatan orang-perorangan terhadap negara asing. Berdasarkan alasan ini, menurut hukum internansional negara harus memikul tanggung jawab atas perbuatan yang tidak dilakukannya sendiri (vicarious responsibility), yaitu atas tindakan-tindakan yang merugikan oleh orang perorangan yang tidak dapat dicegah oleh negara, baik dilakukan oleh warganegaranya maupun orang asing.
Atas kerugian itu negara-negara yang dipersalahkan sejauh memungkinkan harus menghukum orang-orang yang melakukan kesalahan itu dan memaksanya membayar ganti kerugian. Di luar batasan ini negara tidak memiliki tanggung jawab atas tindakan orang-perorangan, tidak ada kewajiban tertentu bagi suatu negara untuk membayar kerugian itu jika si pelanggar tidak mampu melakukan pembayaran. Sebagai akibat dari vicarious responsibility ini, maka negara bertanggung jawab atas serangan terhadap orang asing khsususnya terhadap Kepala Negara atau Perwakilan Diplomatik negara asing, harus menghukum yang bersalah itu menurut hukum negaranya, dan pengadilan sipil negara itu harus dapat menerima tuntutan orang asing terhadap orang-perorangan yang berdiam di wilayah kedaulatan negaranya.[322]
C. Tanggung Jawab atas Tindakan Pemberontak, Pengacau, Dan Tindakan-Tindakan Lainnya
Tanggung jawab atas perbuatan pemberontak, pengacau sama dengan tindakan orang-perorangan lainnya. Dalam hal huru hara dan perlawanan massa (rakyat secara besar-besaran) yang dilokalisir, kelalaian substansial melakukan tindakan pepncegahan yang beralasan kurangnya perhatian mempertimbangkan kelalaian atau kerjasama resmi akan menimbulkan tanggung jawab terhadap hak milik (harata kekayaan) publik maupun privat asing di kawasan itu.[323]
Ditinjau dari obyek hukumnya, tanggung jawab negara dapat dibedakan atas:[324]
a. Tanggung jawab atas pelanggaran perjanjian (contractual liability)
1. Pelanggaran perjanjian
Pelanggaran atas perjanjian yang dibuat dengan negara lain yang menimbulkan kerugian menimbulkan kerugian yang mengakibatkan tanggung jawab bagi negara yang melakukan pelanggaran itu, dalam bentuk keharusan membayar ganti rugi. Sifat dan besarnya ganti rugi itu dapat ditentukan oleh Mahkamah Internansional, pengadilan, peradilan arbitrasi atau melalui perundingan.
2. Pelanggaran kontrak
Negara-negara dapat mengadakan kontrak dengan negara-negara lain atau dengan perusahaan asing. Terjadinya pelanggaran atas isi kontrak tersebut oleh salah satu pihak atau oleh organ atau pejabat negara mungkin saja terjadi. Para pejabat negara dapat saja melakukan suatu pelanggaran berupa tindakan melampaui wewenangnya (ultra vires). Tindakan para pejabat negara yang melampaui wewenangnya itu tetap dibebankan kepada negaranya.
Tanggung jawab negara juga dapat timbul dari tidak dipenuhinya kewajiban untuk membayar hutang.
b. Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum
Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum (tort) adalah segenap tindakan yang mengakibatkan kerugian terhadap orang asing baik di dalam wilayah negaranya maupun di dalam wilayah negara lain. Tanggung jawab tersebut timbul dari:
1. Eksplorasi ruang angkasa
Negara peluncur (launching state) bertanggung jawab mutlak (absolut liability) atas kerugian yang timbul dari eksplorasi ruang angkasa terhadap orang atau benda di permukaan bumi atau terhadap pesawat udara yang sedang terbang yang disebabkan oleh pesawat ruang angkasanya (pasal 1 Liability Convention).
2. Eksplorasi nuklir
Setiap negara bertanggung jawab mutlak terhadap setiap kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan eksplorasi nuklir. Dasar tanggung jawab mutlak (absolut liability) baik pada eksplorasi ruang angkasa maupun nuklir adalah tingginya risiko bahaya dari kedua jenis kegiatan tersebut.
3. Kegiatan lintas perbatasan nasional
Setiap negara berkewajiban untuk mengawasi dan mengatur kegiatan di dalam wilayahnya baik bersifat publik maupun perdata. Apabila kegiatan-kegiatan melintasi batas negaranya menimbulkan kerugian bagi negara lain, dan sangat berbahaya, maka negara asal dilakukannya lintas batas itu bertanggung jawab mutlak. Akan tetapi, jika bahayanya biasa-biasa saja maka tanggung jawab negara tersebut tergantung kepada kelalaian atau maksud (niat) dari si pelanggar tersebut.
C. Hal-Hal Lain yang Berkaitan dengan Tanggung Jawab Negara
1. Penyalahgunaan hak
Dalam hukum internansional ada kemungkinan suatu negara diharuskan memberikan ganti rugi (kompensasi) sebagai akibat dari tindakan yang tidak melanggar hukum. Pengusiran warganegara asing secara semena-mena misalnya, dapat dijadikan dasar untuk negara bersangkutan bertanggung jawab atas tindakannya itu. Tinakan ini dalam hukum internasional disebut penyalahgunaan hak (abuse of right).
Doktrin penyalahgunaan hak ini telah diperkenankan dalam berbagai sistem hukumnasional. Contohnya, Code cipil Mexico pasal 1912 menentukan bahwa jika kerugian timbul dari pelaksanaan hak oleh orang lain dan ternyata pelaksanaannya itu merugikan orang lain dan seebaliknya, mendatangkan keuntungan bagi yang bersangkutan. Tindakan inilah yang disebut penyalahgunaan hak. Berdasarkan doktrin ini, maka tak satu negara pun yang memiliki hak boleh menggunakan atau mengizinkan penggunaan wilayahnya untuk melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian di dalam wilayah negara lain.[325]
2. Kerugian dan Ganti rugi
Menurut hukum internansional suatu negara penuntut selalu berhak atas ganti kerugian apabila tuntutannya sudah dibenarkan terlepas apakah kerugian itu berupa kerugian materiil atau tidak. Kerugian ini timbul dari adanya pelanggaran kewajiban internasional oleh suatu negara. Pelanggaran kewajiban menunjuk kepada suatu tindakan tidak sah atau pelanggaran yang menimbulkan injury (kerugian) dalam arti luas. Injury harus dibedakan dengan damage. Yang terakhir ini, menunjuk kepada kerugian baik yang dapat dihitung atau ditaksir dengan uang maupun kerugian fisik atau akibat lain dari pelanggaran kewajiban.
Sama halnya dengan kerugian, ganti kerugian juga mempergunakan beberapa istilah, tergantung pada luas dan sempitnya pengetian kerugian tersebut. Istilah-istilah yang digunakan menyebut ganti kerugian ialah reparasi (perbaikan), restitusi (pemulihan atau ganti rugi berupa uang), satisfaction (penunaian/pelunasan), declaratory judgment, dan kompensai (ganti rugi berupa uang).
Reparasi digunakan untuk menunjuk semua tindakan yang dapat diharapkan oleh negara penuntut berupa ganti rugi uang, atau pemulihan atau penyesalan (permohonan maaf), penghukuman atas orang perorangan yang bertanggung jawab, mengambil langkah-langkah pencegahan pengulangan pelanggaran kewajiban dan bentuk-bentuk lain dari pelunasan.
Kompensasi dipergunakan untuk menetapkan reparasi dalam arti sempit berupa pembayaran sejumlah uang sebagai harga (taksiran) perbuatan salah itu.
Decalaratory judgment, (penetapan pengadilan) mengenai tindakan melawan hukum negara tergugat merupakan tindakan satisfaction (pelunasan) (reparasi dalam arti luas). Misalnya, dalam Case Concerning United States Diplomatic and Consulars Staff in Tehran, Mahkamah Internasional juga menyatakan bahwa putusan itu mencakup penghentian penyanderaan tidak sah oleh orang-orang tersebut. Demikian juga dalam kasus Nicaragua, yang mewajibkan Amerika secepatnya menghentikan dan mengendalikan diri untuk melakukan tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan pelanggaran kewajiban hukum terus-menerus.
Satisfaction (pelunasan), merupakan reparasi dalam arti luas. Pelunasan ini meliputi tiga hal yang acap bersifat kumulatif yaitu: a) penyesalan (permohonan maaf) atau pengakuan perbuatan salah lainnya dengan cara penghormatan bendera atau pembayaran ganti rugi (indemnity), b) menghukum orang perorangan yang bersalah, dan c) melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah terulangnya tidakan merugikan itu.
Restitusi dapat berupa restitution integrum dan restiution in kid. Restitution integrum adalah pernyataan pengadilan berkaitan dengan reparasi berupa restitusi hukum (legal restitution) dalam bentuk pernyataan bahwa pelanggaran traktat, atau tindakan eksekutif, legislatif dan yudikatif adalah tidak sah. Restitution in kind merupakan pengecualian, dan sebagian terbesar tuntutan konvensi dan compromis (persetujuan yang diajukan ke lembaga perwasitan) menentukan ganti kerugian itu berupa apa saja. Jadi, restitusi ini merupakan restitusi khusus.
[304]Oppenheim - Laterpacht, op. cit., hal. 336-337
[305]Browlie, op. cit., hal. 433.
[306]Oppenheim - Lauterpacht, op. cit., hal. 337.
[307]M.N. Shaw, International Law dalam Adolf, op. cit., hal. 174.
[308]Brownlie, op. cit., hal. 434.
[310]Oppenhem, op. cit.
[313] Oppenheim - Lauterpacht, op. cit., hal. 354-355.
[315]Oppenheim, op. cit., hal. 358.
[316] Brownlie, op. cit., hal. 448.
[317]Starke, op. cit., hal. 276 - 277.
[320]Brownlie, op. cit., hal. 448.
[325]Lihat Trail Smelter Arbitration Case. Dalam kasus ini pemerintah AS pada tahun 1932 meuntut pemerintah Kkanada atas kerugian yang ditimbulkan berupa polusi uap dari perusahaan Trail Smelter sejak 1925 - 1931, dan sejak 1932-1937. Jumlah ganti kerugian yang dituntut AS adalah $.350.000. Mahkamah Arbitrasi Permanen mengabulkan gugatan AS atas kerugian dari tahun 1925-1931. Kasus ini juga dapat dipandang sebagai pembenaran tanggung jawab negara di bidang lingkungan hidup.