Senin, 17 Oktober 2011

Subyek Hukum Internasional


BAB V
SUBYEK HUKUM INTERNASIONAL

          Subyek hukum dapat diartikan dengan pendukung hak dan kewajiban. Jadi, subyek hukum internasional, adalah pendukung hak dan kewajiban hukum internasional. Menurut hukum internasional, sesuatu badan dipandang sebagai subyek hukum internasional apabila badan tersebut memiliki hak dan kewajiban internansional dan memiliki kecakapan mempertahankan haknya dengan mengajukan tuntutan internasional.[148] Suatu badan yang memiliki hak dan kewajiban serta cakap untuk mengajukan tuntutan internasional, yang diberikan oleh hukum kepadanya disebut pribadi hukum (legal person).[149]
          Selain istilah subyek hukum dikenal juga istilah kepribadian hukum (legal pesonality). Kepribadian hukum, adalah kecakapan untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta mengajukan tuntutan atas pelanggaran terhadap hak dan kewajiban tersebut. Dalam hukum internasional, kepribadian hukum berarti kecakapan untuk mempertahankan hak dan kewajibannya dengan jalan mengajukan tuntutan internansional. Misalnya, kecakapan membuat perjanjian internasional, kecakapan mengajukan tuntutan atas pelanggaran yang dilakukan oleh badan lain terhadapnya, kekebalan dan hak-hak istimewa dan lain-lain.
          Menurut Malcolm N. Shaw, tidak semua badan (kesatuan) merupakan pribadi hukum walaupun badan-badan ini bisa bertindak dengan berbagai tingkat pengaruh terhadap bidang internasional. Kepribadian internasional adalah keikutsertaan ditambah beberapa bentuk penerimaan masyarakat. Unsur terakhir ini akan tergantung pada banyak faktor yang berbeda, termasuk jenis kepribadian. Kepribadian bisa diwujudkan dalam banyak bentuk dan dalam banyak hal bisa disimpulkan dari praktik.[150]
          Timbul pertanyaan, apakah yang menjadi subyek hukum internasional?
          Secara teoritis terdapat dua pandangan mengenai subyek hukum internasional. Pendapat pertama mengemukakan, hanya negara yang menjadi subyek hukum internansional. Ini didasari atas alasan bahwa sekalipun orang-orang perorangan memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu dalam hukum internasional, hak-hak dan kewajiban ini diberikan oleh konvensi-konevensi tertentu secara tidak langsung kepadanya melalui negaranya yang menjadi peserta  konvensi tersebut. Pendapat kedua, menyatakan sebaliknya, yaitu subyek dari segala hukum termasuk hukum internasional adalah orang perorangan. Teori ini dikemukakan oleh Kelsen dalam bukunya Principles of International Law. Menurut Kelsen, apa yang dinamakan hak-hak dan kewajiban negara tidak lain daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban manusia-manusia yang menjadi anggota masyarakat yang mengorganisir dirinya dalam negara. Dalam pandangan teori Kelsen ini, negara tidak lain daripada konstruksi yuridis yang tidak akan mungkin (ada) tanpa manusia-manusia anggota masyarakat itu.[151]
          Berbeda dengan pendekatan praktis, yang dilandasi pada alasan-alasan yang logis tetapi tidak bisa terlepas dari berbagai kelemahan-kelemahan, maka pendekatan praktis lebih melihat pada kenyataan yang ada, baik kenyataan mengenai masyarakat internasional pada masa sekarang maupun hukum yang mengaturnya. Fakta ini bisa timbul dari sejarah atau karena desakan dari kebutuhan perkembangan masyarakat hukum internasional, atau karena diadakan oleh hukum.[152]

          Dengan demikian, maka dilihat dari sudut praktik, subyek hukum internasional bukan hanya negara atau orang-orang perorangan seperti yang dikesankan oleh pandangan teoritis tersebut di atas. Selain negara dan orang perorangan masih ada subyek hukum lain, seperti Takhta Suci, Palang Merah Internasional, Oragnisasi Internasional, pemberontak, pihak-pihak pesengketa bersenjata dan lain-lain.
          Subyek-subyek hukum yang disebutkan di atas, ada yang bersifat penuh dan adapula yang bersifat terbatas. Negara misalnya, merupakan subyek hukum internansional penuh, sedangkan subyek-subyek hukum lainnya, seperti orang-perorangan, organisasi internasional dan Komite Palang Merah Interasional merupakan subyek hukum internasional dalam arti terbatas, yaitu hanya memiliki hak-hak dan kewajiban internasional yang terbatas pada sesi-segi tertentu saja. Misalnya, individu, hanya memiliki hak-hak untuk mengajukan tuntutan di depan Mahkamah Internasional melalui negaranya, tetapi tidak memiliki hak-hak untuk mengadakan perjanjian internasional, tidak memiliki kekebalan dan hak-hak istimewa seperti yang dimiliki oleh negara.
          Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka yang dapat dipandang sebagai subyek hukum internasional pada masa sekarang adalah : negara, takhta suci, the Knight of Malta, Komite Palang Merah Internasional (International Committee of Red Cross), orang-perorangan, pemberontak, pihak-pihak pesengketa bersenjata, dan gerakan pembebasan nasional. Selain itu ada pula yang memasukkan perusahaan publik interasional, perusahaan transnasional dan perusahaan swasta internasional sebagai subyek hukum internasional, sekurang-kurangnya sebagai bakal subyek hukum internasional.
           Selanjutnya,  untuk mengtehaui luasnya  hak-hak dan kewajiban hukum intenasioal dari masing-masing subyek hukum internasional itu, di sini akan dibahas satu persatu mengenai subyek hukum internasional tersebut.

A.  Negara

          Negara merupakan subyek hukum pertama dan utama hukum internasional. Sebagai subyek hukum pertama, negara diakui sebagai subyek hukum dari awal perkembangan hukum internasional. Dan, ini tercermin dari istilah-istilah yang kadang masih dipakai sampai sekarang, yaitu hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum antar negara. Sebagai subyek hukum utama, negara merupakan pelaku utama dan terpenting dari hubungan-hubungan internasional, pemegang hak dan kewajiban sepenuhnya dari hukum internasional.

          Dalam negara kesatuan, sudah jelas yang mengemban hak-hak dan kewajiban internasional adalah pemerintah pusat. Pada negara federasi, pengemban hak-hak dan kewajiban internasional  adalah pemerintah federal. Akan tetapi, di beberapa negara konstitusi federalnya memungkinkan negara  bagian  untuk membuat perjanjian internasional atau mengikuti konvensi-konvensi internasional. Ini bisa dilihat misalnya, dalam Konstitusi Swiss, Republik Federasi Jerman, dan USSR[153], negara bagiannya diperkenankan melaksanakan kecakapan seperti negara merdeka, termasuk mengadakan perjanjian internasional. Di Amerika Serikat, berdasarkan konstitusi, negara bagiannya diperkenankan mengadakan perjanjian dengan negara lain atau dengan negara Asing dengan persetujuan Kongres.[154]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar